Hidup untuk Orang Lain
Aku dulu pernah sadar akan suatu momen. Kalo kata orang kan,
hidup itu ya buat kamu, kamu baik, kamu
yang untung, kamu jahat, ya kamu yang rugi. Akhirnya ada momen di mana
kata2 orang itu berubah. Bener2 berubah. Begini…
Terkadang orang harus terus hidup karena orang lain atau sesuatu agar kualitas hidupnya jadi lebih baik.
Aku, misalnya, si susah disiplin, sering telat. Aku mungkin
udah beres sama kerjaanku di kantor dari jaman kapan kalo aku gak kerja karena
inget orang tua, suami, dan anak. Tapi, karena aku ingat mereka, ya aku sekuat
tenaga jadi orang yang disiplin (semampu aku), karena aku dan mereka saling
membutuhkan.
Saat itu aku mikir, aku mau jadi orang disiplin ketika aku
emang mau berubah, dan bukan karena orang lain. Hasilnya? Kaga ada. Kita akan
selalu punya jutaan alasan untuk menolerir diri sendiri. Gini deh, kalo tiap
subuh solatnya masih suka kelewat karena ngantuk, coba kalo mindset-nya diubah, amalan pertama yang ditanya ketika di alam kubur adalah solat kita, atau gini, kalo kita solatnya males2 ya jangan aneh kalo ntar punya anak yang solatnya males2an juga, atau mungkin, yang bikin Allah nunda2 keinginan kita
mungkin karena kita suka nunda2 solat dsb.
Sekarang juga, sejak hamil, keadaannya juga sama, sesuai yang diajarin dari buku Gentle Birth Balance, mengandunglah
dengan penuh kesadaran, ingat bahwa semua yang kita lakukan, kita rasakan, kita
makan, akan berdampak langsung kepada janin. Menurutku kehamilan adalah momen
di mana ketika semua hal dalam diri kita itu langsung punya dampak sama
sesuatu/seseorang. Coba dulu jaman gadis (sekarang ngga haha), mau makan apa
kek, mau main sampe jam berapa kek gak ngaruh ke siapa2. Nah ini dia maksudku,
hiduplah untuk orang lain agar hidup kita jadi lebih baik.
Coba cari orang yang hidupnya hanya untuk diri sendiri? Gimana
ceritanya?
Comments
Post a Comment