Perkenalan

 I


Jalanan komplek terasa panjang menuju jalan raya. Nila, gadis kecil berkerudung paris warna navy diskonan melaju dengan motor matic-nya yang baru saja tergores gerbang rumah. 


Nila, si gadis kecil ini memang berbadan kecil, bukan kecil dalam artian usia, tinggi badannya 146 cm, berat badannya 38 kg. Dia sudah biasa disindir perkara badannya ini. Awalnya dia merasa sedih, merasa Tuhan tak adil. Tapi, lama kelamaan kenapa harus bersedih? Fisik ini alami, kalau ada yang bilang seperti anak kecil ya setuju-setuju saja karena kalau dibilang besar juga salah, kan. Lagi pula kalau kecil kan lebih lincah, bisa menyamar seperti anak SD, atau masuk ke sela-sela misalnya untuk membantu orang lain. Intinya ya bersyukur sajalah, badannya saat ini kan bukannya yang terkecil di dunia, karena masih ada wanita terkecil yang masuk Guinness World Record, Namanya Jyoti Amge. Apakah aku harus menceritakan kisah dia? Nanti lah, ya. 


Nila berusia 19 tahun bulan Juli ini. Saat ini dia menjadi mahasiswi baru di sebuah universitas Islam negeri di Bandung. Teman-temannya lebih populer menyebutnya dengan kampus hijau. Menurut analisa Nila, hijau maksudnya karena si kampus ini bikinan Depag, jadi hijau islam katanya. Nila sangat senang dengan statusnya sebagai mahasiswa seperti sekarang walaupun fisiknya seperti anak SMP (atau SD) mau bimbel.


Flashback sebelum masuk kuliah


“Kamu tuh gimana mau kayak mahasiswa, wong bawa ranselnya dipegang gitu kayak mau terjun payung,” kata Bapak waktu menemani Nila beli ransel di toko outdoor langganan di tengah kota.

“Ya, Bapak maunya beliin aku ransel gunung gini lagian,” jawab Nila merutuk.

“Kan, biar awet, Kak. Siapa tahu kamu ada tugas PKL ke mana gitu,” jawab Bapak ngaco.

“Aku, kan baru masuk, kenapa udah mau PKL lagi, sih, Pak,” Nila bete.


Perdebatan di toko peralatan outdoor itu diakhiri dengan tidak jadi beli apa-apa. Akhirnya Nila pakai ransel bekas SMA nya karena masih bagus. Buang-buang waktu saja memang mereka ini.


Hari pertama kuliah Nila diawali dengan pengumuman kelulusan ujian mandiri dua bulan yang lalu, dilanjutkan dengan masa orientasi selama seminggu yang membuatnya kesal dengan senior-senior di kampusnya karena pernah memarahinya karena lupa pakai kaos kaki putih (dia pakai kaos kaki polkadot).


“Males banget aku, Bu, perkara kaos kaki doang aku dipanggil ke depan aula,” curhat Nila kepada ibunya yang sedang baca majalah Femini.

“Kan udah dikasih aturannya begitu, Kak. Latihan nanti kamu di lapangan kerja,” jawab Ibu yang selalu menghubungkan semua hal dengan kehidupan nyata.

“Ish, emang ngaruh kaos kaki sama kerjaan?” tanya Nila kesal.

“Kakak berarti gak bisa kerja kantoran, cari aja freelance kayak Bapak,” usul Bapak jadi serius. 

“Apalah kalian ini,” jawab Nila pusing.




Comments

Popular Posts