Rahim Kampusku


Kampusku indah.

Menurutku.

Konon, setiap kamu masuk ke gerbangnya yang abstrak itu, kamu akan langsung berhadapan dengan taman. Lupakan dulu bayangan taman dengan Rumput Jepang atau Rumput Manila yang rapi, jejeran bunga Adenium, Krisan, Anthurium, Dahlia atau Mawar lalu ada bangku kayu berwarna putih disana lalu ada anjing berlari-lari. Taman di kampusku punya definisinya sendiri.
 
Taman di kampusku dihiasi dengan air mancur mati dengan genangan air dan beberapa sampah plastik mengapung, diatapi matahari lalu ada beberapa rerumputan hias disana. Tak ada bunga. Tak usah ada bunga. Oh iya, lalu bagaimana dengan tempat duduk? Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan yang ditujukan kepada pengguna KRL. Jawabannya, dimanapun ada spasi maka disanalah kita bisa duduk. Contohnya, di bawah tiang bendera, di pinggir-pinggir tembok rumput hias, di pinggir-pinggir tempat air mancur, bahkan di motor. Asal tidak usah duduk di hati. 

Oke, yang terakhir itu abaikan saja.

Taman di kampusku terlihat ramai dari siang sampai malam. Akan ada banyak sekali varietas kegiatan disana di jam-jam berikut. Keramaian ini meluas ke beberapa meter di sekitar tempat yang kami (para mahasiswa) setujui disebut sebagai taman. Tepatnya, di sekitar bank, tebing panjat Mahapeka, sampai ke depan rektorat. Apalagi, tahun-tahun ini komunitas di kampus sangat menjamur seperti kawat gigi. Maksud saya, bukan kawat gigi yang berjamur, tetapi tumbuh subur seperti jamur seperti kawat gigi yang bisa kita lihat dimana-mana. Ya begitulah.

Tengah taman ini adalah sentralnya. Jantungnya lah. Atau mungkin Ibukota. Beberapa kelompok diskusi melangsungkan hajatnya disana. Ada yang diskusi kajian, diskusi perpolitikan, diskusi hati dan lain-lain. Lalu meluas ke sebelah kanan dari pintu masuk daerah bank, ada sekumpulan anak-anak Vespa duduk-duduk disana, Vespanya tentu saja diparkirkan di sekitar mereka. Beberapa waktu saya lihat, ada juga yang sedang berjualan buku dengan menggelar lapak seadanya. Sedikit ke depan, di daerah tebing. Entah mengapa saya sering melihat anak Jurnalistik (atau mungkin Fidkom) disana. Beberapa waktu juga dalam seminggu saya melihat anak-anak Mahapeka yang sedang latihan panjat tebing. Mereka hebat sekali seperti Spiderman. Bisa memanjat sampai ke atas. Kemudian, bergeser beberapa derajat ke depan rektorat, disana ada juga beberapa komunitas yang berdiskusi. Beberapa kali saya lihat ada helaran acara yang cukup besar seperti pemutaran film di spot itu. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana cara menontonnya.

Di samping suasana kampus yang belum terlalu nyaman, rupanya kultur ini lestari. Diskusi. Ibaratnya, walaupun gunung tinggi menjulang, laut luas terbentang, maka diskusi harus tetap jalan. Terlepas itu formal atau tidak, tapi dengan berkumpulnya beberapa orang maka setidaknya mereka mengobrol (bila istilah diskusi terlalu 'suci' maka diganti saja) tentang perkuliahan. Lupakan dulu Twitter, Facebook, dan tidak usah juga dicheck-in dengan Foursquare. All we need just, discussing. Sebenarnya, diskusi di kampus bukan hanya di taman saja. Tapi, setidaknya, taman ini adalah parameternya. Dan mengikuti perbaikan kampus yang sedang dilakukan oleh tukang bangunan, Alhamdulillah, beberapa spasi di daerah inti kampus pun diisi lagi dengan beberapa mahasiswa yang berdiskusi. Tidak usahlah, diskusi di kafe, di kampus saja sudah cukup, sambil minum bajigur atau mungkin jagung manis yang bisa kita beli setiap saat. Walaupun nyatanya tukang bajigur mulai ditelan arus globalisasi, mereka ngeblur, sama halnya dengan tukang bubur sumsum dan wartel yang saat ini sulit sekali ditemukan.

Lalu, bagaimana dengan suasana? Bila ingin suasana dengan air conditioner serta alunan live music maka tidak usahlah berdiskusi tentang kuliah, atau negara. Diskusilah tentang bursa efek, saham, project cost, refinancing, proyek pembangunan wisma atlet, gadget atau aplikasi baru di Android. Karena suasana di taman ini lumayan bising, maka hal-hal membumilah yang cocok untuk menjadi tema. Lalu, disadari atau tidak, kita menjadi lebih relaks dan tenang saat berada di luar kelas dengan menghirup oksigen (semoga belum tercemar) sambil berdiskusi. Saya pribadi, lebih bisa relaks dan berfikir tenang saat di luar kelas daripada di dalam ruangan dengan kursi lipat. 

Maksud saya bahwa taman ini harus dijaga dengan sangat dari hati yang paling dalam. Lebih lanjut, ruang terbuka hijau di kampus harus diperbanyak. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Texas State University  tahun 2008 menyebutkan bahwa ada korelasi yang nyata antara ruang terbuka hijau dengan kualitas para mahasiswanya.

Ide yang sangat brilian sekali bila kampus kita selain gedungnya yang diperbaiki, juga ruang terbuka hijaunya diperbanyak. Ya, sekalian balas budilah. Sudah menebang banyak pohon lalu dibayar dengan rerumputan yang luas. Iya kan?

- Tulisan ini dibuat saat sore hari tadi lewat taman. Entah mengapa, saya pikir taman ini sudah seperti rahim saja. 

- Tentang penelitian, saya mengutip dari Kompasiana 

Comments

Popular Posts